Soal Macam Apa Ini

Minggu ini gue baru selesai menjalani UTS. Itulah sebabnya kenapa belakangan ini gue gak aktif ngeblog, ya sebenernya sih bisa aja g...


Minggu ini gue baru selesai menjalani UTS. Itulah sebabnya kenapa belakangan ini gue gak aktif ngeblog, ya sebenernya sih bisa aja gue ngeblog meskipun lagi UTS, tapi kalo udah ngeblog gue susah banget buat berhenti, makanya gue lebih milih untuk gak ngeblog dulu, lagian gue gak punya bahan untuk ngepost. Disamping itu, setelah gue selesai UTS, kampretnya internet gue mati, ya gue hanya bisa tersenyum dan menunggu bisa kembali nyala, dan hari inilah internet gue udah bisa kembali digunakan.



Oke, jadi gue mau cerita tentang UTS gue. Ya, seperti ulangan biasa kita dibagi ruangan, lalu diatur tempat duduknya, dan duduknya disamping kakak/adik kelas. Dan bodohnya gue karena gue hanya menghafal saat ulangan saja. Hasilnya, ya gak sedikit ulangan yang gue gak bisa jawab. Dan seperti pelajar lainnya, gue memakai 'alternatif'. Tapi, kalo alternatif gue disini itu gak bersifat parasitisme, tapi mutualisme. Dimana gue memberikan alternatif ke temen gue, dan sebaliknya. Dan itu berjalan dengan baik, meskipun gue tau itu adalah kesalahan. Tapi itu merupakan sebuah kewajaran menurut gue, apalagi di pelajaran tertentu seperti Matematika atau Fisika.



Nah sekarang gue mau bahas soal 'alternatif'. Setelah gue selesai UTS, tiba-tiba terpikir di otak gue, "Kenapa sih gue nyontek?","Kenapa sih pelajar nyontek?". Ternyata jawaban yang pasti adalah, gue gak bisa menguasai soal. Lalu sekarang "Kenapa gue gak menguasai soal?" dan jawabannya adalah pasti gue gak mempelajari soal itu. "Lha terus kenapa gue gak belajar semua soal?" maka akan gue jawab soal itu 'terlalu banyak' untuk gue kuasai semuanya, dan gue gak akan mampu menguasai semuanya. Tapi kok ada orang yang bisa menguasai semuanya? Coba lo ambil aja anak paling pinter di kelas, dan bandingkan dengan seisi kelas lo (biasanya 40 siswa). Jadi perbandingannya akan selalu 1:39. Gue perjelas disini akan selalu seperti itu, karena yang paling pintar hanya ada satu. Sisanya pasti ada aja yang gak bisa menguasai soal, termasuk yang paling pinter tadi pasti ada aja soal yang gak dia kuasai.



Singkatnya gini, lo belajar semua persoalan dalam pelajaran, dan gak cuma satu pelajaran doang, tapi semua pelajaran yang ada di sekolah lo. Setelah lo menguasai semuanya, lalu lo menghadapi ulangan/ujian, lo bisa mengerjakan semuanya. Setelah lo selesai ulangan dan mendapat nilai yang oke, lalu tanpa lo sadari ilmu yang lo pelajari itu gak dipake lagi dan perlahan akan lo lupakan. Gitu kan faktanya? Emang sih ada beberapa yang akan bertahan, tapi itu hanya sebagian kecil dari banyaknya yang lo pelajari. Got it?



Mungkin tambah dalam gue akan tambah serius bicarain soal pendidikan ini. Oke, disamping dapat nilai yang besar dan lo lupa pelajaran sebelumnya, lo akan dapat predikat 'anak pintar' apalagi kalo lo dapat ranking 1 di kelas. Oke gue mau balik lagi ke pertanyaan yang tadi tapi dengan jawaban yang beda "Kenapa sih gue nyontek?" maka jawaban gue adalah, gue ingin dapat nilai yang besar. Dan dari jawaban yang satu ini dapat kita simpulkan bahwa yang diinginkan oleh semua pelajar adalah 'nilai yang besar'. Begitu? Jadi, ilmu yang selama ini kita cari dan dapatkan dengan susah payah, tujuannya hanya untuk angka di rapor saja. Lo bisa tau lah betapa berartinya nilai rapor. Lo bisa dibilang anak pintar gara-gara nilai rapor, lo bisa dapat ranking 1 gara-gara nilai rapor, lo bisa lolos SNMPTN gara-gara nilai rapor dan masih banyak lagi.



Lalu sekarang soal nilai. Kenapa semua pelajar hanya ingin nilai? Kenapa nilai itu segala-galanya? Yang dipikirkan oleh pelajar sekarang adalah 'gimana caranya supaya gue bisa dapet nilai 90' bukan 'gimana caranya ilmu yang gue kuasai ini bisa dipakai dalam kehidupan sehari-hari gue'. Gini aja deh, lo itu jago banget dalam matematika apalagi bidang trigonometri matematika, setiap ulangan lo dapet nilai 100. Nah sekarang gue tantang lo motong pizza dibagi 7 aja, apa lo bisa motong pizza itu sama persis? derajatnya sama persis, besarnya sama persis, isinya sama persis. "Apa hubungannya sih sama motong pizza, orang motong pizza aja jadi masalah". Emang itu gak jadi masalah, tapi yang jadi masalah adalah ketika ilmu itu gak dipakai dalam kehidupan sehari-hari. "Bisa lah dipake, arsitek kalo gak bisa trigonometri bangunannya runtuh dong" . Lha itu kalo buat kerjaan arsitek, kalo penyayi? koki? sutradara? seniman? Enggak dong, mereka gak perlu dapat nilai 100 dalam trigonometri dong.



Nah intinya itu dia permasalahan pada pendidikan kita, yaitu terlalu mengacu pada nilai. Emang dengan nilai akan terlihat mana yang berusaha dan yang tidak. Tapi disamping terlihat atau tidak itu ada sesuatu yang benar-benar disayangkan. Yaitu kejujuran, jadi kejujuran kita itu bisa dibeli dengan nilai. Dan yang kedua seperti yang gue bilang tadi, ilmunya hanya sebatas pada nilai saja dan gak bisa dipake dalam kehidupan sehari-hari. Gue disini bukan mengajak kalian semua untuk gak usah memperdalam pelajaran-pelajaran itu. Tapi gue ingin merubah mindset kalian tentang belajar.
When students cheat on exams. It's because our school system values grades more than students value learning. -Neil Degrasse Tyson
Jadi kesimpulannya adalah janganlah lo belajar hanya untuk nilai. Belajar lah untuk manfaat yang akan lo dapatkan. Terus gimana kalo cita-cita gue penyanyi? Apa gue harus mempelajari matematika? Kalo lo emang bener-bener ingin jadi penyanyi lo harus mempelajari matematika, tapi gak harus lo perdalam. Yang harus lo lakukan adalah mengasah kemampuan lo dalam bernyanyi itu. Kalo lo tengok negara maju diluar sana, yang bikin mereka maju bukan karena semua orang bisa menguasai semua pelajaran, tapi mereka punya 'satu skill' yang bisa membuat mereka berinovasi. Singkatnya sih gini, mereka gak menguasai semua keahlian, tapi mereka jago banget di satu ahli dan terus mengasahnya sehingga menciptakan inovasi yang bisa bermanfaat bagi banyak orang.
Kita ambil contoh Bill Gates dan Mark Zuckerberg. Apa mereka lulus dari universitasnya? Enggak, mereka DO. Tapi itu karena pilihan mereka sendiri. Mereka gak memilih lulus karena mereka tau kalo skill mereka lebih penting dari pada lulus dari universitas. Mereka punya inovasi, bukan punya nilai yang besar.
Kalo semua orang punya mindset begitu, gue yakin gak akan menutup kemungkinan negara kita akan menciptakan generasi yang penuh dengan inovasi kreatif dan menjadi negara paling maju karena banyaknya ide-ide besar.
Belajarlah untuk manfaat yang akan banyak orang dapatkan
Oke itu aja yang bisa gue sampaikan. Semoga kalian sependapat dengan gue. Ya intinya gitu aja sih, lo harus jago di satu pelajaran dan jago banget sehingga lo berfikir gak ada orang lain yang lebih jago dari lo dalam pelajaran itu. Meskipun gue yakin lo gak bakalan bisa menerapkan mindset ini mentah-mentah. Tapi sebisanya lo coba sedikit-sedikit supaya gak ada lagi mindset 'Belajar untuk nilai' di generasi selanjutnya. Makasih buat yang udah menyempatkan waktu untuk membaca. 
*Note : Karena banyak yang berfikir lain-lain. Gue saranin jangan dulu lakuin apa yang gue bilang diatas. Baiknya lo fikir dalam-dalam sampai paham maksud gue apa. 

You Might Also Like

0 comments